Sabtu, 02 Februari 2013

Pengelolaan Ekosistem Mangrove


Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk kepentingan masyarakat dapat dilakukan dengan sistem tambak tumpang sari (empang parit). Sistem tambak tumpang sari adalah suatu teknik yang dilakukan padamangrove dimana pada areal tersebut juga dimanfaatkan untuk usaha perikanan. Istilah lain dalam pemanfaatan mangrove yang didalamnya terdapat kegiatan perikanan adalah silvofishery (Soewardi 1994). Pola empang parit telah dikembangkan oleh Perum Perhutani di pesisir utara Jawa Barat melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sejak tahun 1978. Perum Perhutani melalui program PHBM ini berbagi dan peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan sehingga terbangun kepedulian terhadap kelestarian hutan. Hak dan tanggung jawab masyarakat desa hutan (mangrove) tertampung dalam sebuah lembaga yang dinamakan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Adanya LMDH dan PHBM ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap rencana kelola lingkungan dan sosial pada pengelolaan sumberdaya hutan (mangrove). 
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi upaya pengelolaan mangrove, mulai dari perencanaan sampai langkah-langkah yang diambil dilapangan. Pengelolaan tergantung pada bagaimana mengakomodasikan serta mengontrol kebutuhan masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar mangrove. Oleh karena itu, pengelolaan mangrove menuntut adanya kelembagaan masyarakat yang fungsional dan mandiri yang saling terikat satu sama lain. Kelembagaan yang fungsional dan mandiri tersebut penting agar hak dan akses pengelolaan yang ditujukan kepada kesejahteraan seluruh masyarakat dapat tercapai. Dengan demikian, impian menjadikan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga lokal yang ada di masyarakat untuk berperan dalam pengaturan fungsi mangrove yang menyelaraskan kepentingan ekonomi dan ekologi dapat terlaksana.

Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk


Si bulus-bulus Si rumbuk-rumbuk merupakan karya fenomenal dari Sati Nasution. Siapakah dia??? mungkin banyak orang yang tdk mengenalnya. Bahkan orang mandailing (ato batak) pun banyak tidak mengenalnya. Beliau adalah pahlawan (menurut orang mandailing) pendidikan (pemikir) tentang pentingnya sekolah (menuntut ilmu). Yaaa beliau adalah seorang pahlawan ,walaupun tdk diakui oleh negara, buktinya dengan karya-karyanya lah sampai ini hari orang mandailing (mungkin orang Batak/sumut) rajin sekolah (menuntut ilmu). Atas karya-karyanyalah beliau disekolahkan sekaligus diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda di negeri Belanda dan mendapat gelar Willem Iskander. Nama terakhir inilah yang sangat terkenal di Tanah Mandailing hingga ini hari. Bahkan nama ini terdapat di nama jalan di Kota Medan. Karya fenomenal beliau tentang menuntut ilmu itu diberi judul sibulus-bulus si rumbuk-rumbuk. bahkan oleh Prof. Andi Hakim Naoetion sedikit mengulas buku ini di bahan kuliah tingkat 1 di IPB hingga ini hari. berikut terjemahan (saduran yang kira2 artinya seperti itu) dalam bahasa Indonesia karya Willem Iskander (sibulus-bulus sirumbuk-rumbuk):

Ajaran seorang ayah terhadap anaknya yang akan pergi kesekolah"

duhai anakku penerusku
pergilah menuntut ilmu
jangan buat seperti sesuka hati (Sekedar Melepaskan Beban)
tetapi rajinlah kamu belajar
kalau makanan dan pakaian
besakit sakit aku mencarinya
tidaklah aku menjadi pelit
untuk memberikannya padamu
bila ada hasil penjualan kopi
yang aku dapat dengan ibumu
sebahagian aku simpan
biar ada pakaian dikemudian hari (Dipernikahanmu)
bila pergi aku menjaring ikan
aku mendapat dua ikan jurung
satulah yang akan kujual 
biar ada untuk membeli garam (Makanan)
bila tidak ada wabah
kita mendapat tiga rantai (Panen Sawah)
satulah yang akan kujual 
buat membeli tembakau dan rokok
bila aku tua di kemudian hari
ibumu pun tidak bisa melihat lagi
berilah kami kesenangan
kamulah yang memberi kebanggaan buat kita (Keluarga)
o... yang baik hati (Maha Penyayang)
yang mendengar apa yang aku ucapkan
aku meminta kepada Kita ( Mu / Tuhan )
kita beri kebahagian (Kebaikan) dalam hati anak ini (Generasi)Ajaran seorang ayah terhadap anaknya yang akan pergi kesekolah"

duhai anakku penerusku
pergilah menuntut ilmu
jangan buat seperti sesuka hati (Sekedar Melepaskan Beban)
tetapi rajinlah kamu belajar
kalau makanan dan pakaian
besakit sakit aku mencarinya
tidaklah aku menjadi pelit
untuk memberikannya padamu
bila ada hasil penjualan kopi
yang aku dapat dengan ibumu
sebahagian aku simpan
biar ada pakaian dikemudian hari (Dipernikahanmu)
bila pergi aku menjaring ikan
aku mendapat dua ikan jurung
satulah yang akan kujual 
biar ada untuk membeli garam (Makanan)
bila tidak ada wabah
kita mendapat tiga rantai (Panen Sawah)
satulah yang akan kujual 
buat membeli tembakau dan rokok
bila aku tua di kemudian hari
ibumu pun tidak bisa melihat lagi
berilah kami kesenangan
kamulah yang memberi kebanggaan buat kita (Keluarga)
o... yang baik hati (Maha Penyayang)
yang mendengar apa yang aku ucapkan
aku meminta kepada Kita ( Mu / Tuhan )
kita beri kebahagian (Kebaikan) dalam hati anak ini (Generasi)

Oh Mandailing? tano ingananku sorang (bag 1)

Mandailing? apakah itu? sebuah tempat atau makanan atau sebuah kelompok/suku???
Mungkin banyak orang yang tidak mengenal tanah mandiling. Nah, akan tetapi kalo kita tanya mungkin banyak orang yg mengenal Batak. Ya, dalam struktur kesukuan yang diakui di Indonesia mandailing masuk dalam bagian Batak yang terikat dalam sistem Dalian Natolu. Akan tetapi jika telusuri lebih jauh, sebenaranya Mandailing adalah kelompok tersendiri yang terpisah dari Batak. Setidaknya menurut Mangaraja Onggang Parlindungan (penulis buku tuanko Rao dan anak dari sejarawan Mandailing) Mandailing merupakan gabungan suku-suku kecil di bagian selatan tapanuli yang bukan bagian dari "keturunan" kerajaan Sisingamangaraja seperti yang digembor-gemborkan oleh orang "utara".
Beberapa pendapat telah dikemukakan mengenai asal-usul nama Mandailing. Pendapat-pendapat ini berupa andaian-andaian yang bertolak atau didasaarkan pada persamaan bunyi kata. "..adayang menduga berasal dari kata: Mande Hilang (dalam bahasa Minang), yang berarti ibu yang hilang."
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama Mandailing berasal dari nama satu kerajaan, iaitu Mandala Holing. Kerajaan tersebut, kemungkinan sudah muncul sejak abad ke 12, yang wilayahnya terbentang dari Portibi di Padang Lawas sampai ke Pidoli dekat Panyabungan sekarang.
Dugaan itu dapat dikaitkan dengan perkataan atau istilah h(k)oling yang sejak dahulu mempunyai kedudukan yang penting dalam budaya masyarakat Mandailing. Ia terdapat dalam ungkapan "Muda tartiop sopatna, nipaspas naraco H(K)oling, niungkap buntil ni adat, nisuat dokdok ni hasalaan, ni dabu utang dohot baris..." Dalam kata lain, untuk mengadili seseorang harus ada empat syarat. Jika keempat syarat itu sudah ada, barulah dibersihkan neraca H(K)oling, iaitu lambang pertimbangan yang seadil-adilnya, kemudian dilihat ketentuan adat, diukur beratnya kesalahan dan barulah dijatuhkan hukuman.
Perkataan atau istilah h(k)oling terdapat pula dalam ungkapan "Surat tumbaga H(K)oling na so ra sasa" yang selalu disebut-sebut dalam kehidupan masyarakat Mandailing. Kalimat tersebut berarti "Surat tembaga H(K)oling yang tidak mau hapus". Yang dimaksudkan ialah aturan-aturan adat yang tidak mau hapus atau yang senantiasa lestari (kekal, tidak berubah).
Semua ini tidak membuktikan dengan pasti hubungan asal-usul masyarakat Mandailing dengan kekuasaan kerajaan Hindu yang pernah menguasai wilayah Mandailing pada masa lampau.
Kesimpang siuran asal-usul mandailing itu bias saja terjadi, karena kurangnya inormasi hasil penelitian secara ilimiah tentang mandailing secara khusus ataupun batak dan minang secara umum. Karena wilayah mandailing ini dihimpit oleh dua kerajaan besar di masa lampau yaitu Kerajaan Pagaruyung di Ranah minang dan Sisingamangaraja di Tapanuli. oleh karena itu tantangan besar jika ingin mendapatkan kepastian tentang asal-usul setidaknya dilakukan beberapa kajian baik sejarah, palaeontologi, genelogi maupun kajian ilmiah lainnya.